lapar...

6:45 PM

puasa itu lapar. semua sudah tahu. karena lapar mikir jadi susah. karena susah mikir jadinya bodoh. karena bodoh akhirnya jadi miskin. kebayang kan kalo mereka yang ‘puasa’ tahunan. (bukan bagi yang shaum ramadhan, tentunya :d). mereka ini terbiasa atau dibiasakan keadaan sehingga puasa terus menerus. ada yang makannya dua hari sekali (ya betul, dua hari sekali, bukan sehari dua kali). dengan kenaikan harga be-be-em, keadaannya bukan tidak mungkin lebih parah lagi.

ngomong-ngomong soal miskin, saya jadi ingat jaman kuliah dulu. waktu itu ada mata kuliah penelitian masyarakat. sebagai prakteknya saya (dan teman-teman) diharuskan membuat penelitian langsung ke masyarakat. penelitian di lakukan di daerah purwakarta berdekatan dengan waduk jatilluhur. tapi, aliran listrik belum sampai ke desa itu (entah sekarang ya).

penelitiannya sih tidak berhubungan langsung dengan masalah kemiskinan. ya, agak menyinggung-nyinggung sedikit lah. ada yang aneh tapi nyata dalam penelitian ini. dari daftar pertanyaan yang ada, salah satunya menanyakan: “berapa kali bapak/ibu/saudara makan dalam sehari?” rata-rata para responden menjawab: “sehari tiga kali.” padahal, mereka biasa makan sehari dua kali. ini memang kebiasaan di desa itu.

waktu mencari data di kelurahan dan saat makan siang tiba, kok, kami tidak dipanggil pulang untuk makan. ada teman yang penasaran menanyakan kepada ibu kepala desa. jawab si ibu: “kebiasaan kita mah makan sehari cuma dua kali den.” ternyata dulu adalah gengsi atau malu kalau dibilang miskin. akibatnya karena enggan diberi label miskin, setiap pulang mengisi kuesioner, kami selalu dioleh-olehi aneka makanan atau buah. lucu tapi nyata.

lain dulu lain sekarang. jaman kini, orang malah berbondong-bondong ingin dibilang miskin. semuanya ingin minta blt alias bantuan langsung tunai. tak ada lagi rasa malu. gak ada lagi ‘gengsi-gengsian’. yang penting dapat tiga lembar seratusribuan. tak peduli dicap miskin. meski badan segar bugar dan mengambil uangnya di kantor pos dengan menaiki sepeda motor.

perilaku serupa juga dilakukan (atau ditiru. atau siapa meniru siapa?) para anggota dewan yang bermarkas di senayan sana. tanpa perlu interupsi dan gontok-gontokan, mereka semua setuju untuk menerima tambahan tunjangan jabatan. salah satu koran ibukota menyebutnya sebagai thr. sementara suratkabar lain memberikan predikat sandiwara keji.

jaman berubah ya?

wallahualam bishawab.

You Might Also Like

4 komentar

populer...