kejadiannya: minggu, 21 agustus 2005. lokasinya: perumahan taman depok permai, depok timur.
“saya bilang sih entar abis isya baru beres ni,” kata seorang ibu dengan dialek betawi depok yang tidak lagi terlalu kental. “ah, lama banget mpok,” timpal ibu sebelahnya yang sama-sama sedang menonton lomba panjat pinang. “kalo saya mah bilang diterusin besok,” kata ibu satunya lagi yang sama-sama ngedeprok di lantai beralaskan koran. mendengar percakapan itu, karuan saja para penonton jadi tertawa.
para ibu tersebut berkomentar demikian karena menyaksikan para pemanjat belum ada yang berhasil mencapai puncak pinang. sudah ada yang hampir sampai, eh, merosot alias turun lagi. meski sudah tiga putaran dipanjati, pohon pinang itu masih lumayan licin. ada tiga kelompok yang berani ikutan acara ini dengan jumlah anggota 7 orang diputaran 1 dan 2 serta 8 orang di putaran terakhir.
menyimak halo-halo dari pengeras suara masjid di kompleks perumahan depok permai, depok timur, lomba panjat pinang yang diadakan dalam rangka memperingati hari ulang tahun proklamasi kemerdekaan ke-60 republik Indonesia ini, merupakan yang pertamakali diselenggarakan. beragam hadiah yang digantungkan bernilai lumayan besar. ada bola sepak, bola voli, sepatu, celana panjang, raket bulutangkis, kaos oblong, uang limapuluhribuan (asli lho! :d), (sempat-sempatnya pula panitia menggantungkan) sebuah bra (entah berukuran berapa, mungkin mengantisipasi peserta wanita) dan di puncaknya diikatkan sebuah sepeda mini. total jenderal, kalau dihitung-hitung nilainya tidak kurang dari limaratus ribu perak alias setengah juta.
priiiiiiit… seorang panitia membunyikan peluit tanda waktu berakhir untuk grup 3. kini giliran kelompok 2 yang mendapatkan tambahan anggota seorang bapak yang profesinya sehari-hari adalah berjualan sate ayam keliling. jadi anggota kelompok di putaran ketiga merupakan gabungan orang kompleks dan orang kampung sekitarnya. (padahal sih, sama-sama orang kampung, wong dulu sebelum dikasih predikat kelurahan, tempat dimana perumahan itu didirikan oleh pengembang namanya ya kampung sukmajaya).
tukang sate yang satu ini rupanya piawai juga memanjat batang pohon pinang selain menusuk-nusukan sayatan daging sate di tusukan bambu. dengan bertelanjang dada si bapak mulai memanjat. sementara tim pendukung sigap memberikan alat bantu berupa karung goni yang sudah dibentuk bagaikan tali untuk pijakan kaki. penonton semakin riuh-rendah melihat si bapak makin ke atas. sorak-sorai dukungan semakin membahana. tapi, yahhhhhh… penonton kecewa manakala melihat si tukang sate meluncur bebas ke bawah. dan, para pendukung di bawah juga kelihatan sudah semakin lelah (kelihatan dari lututnya yang gemetar :d). sebagai catatan lomba dimulai sekitar pukul sepuluh diseling istirahat dua jam dan putaran ketiga saat itu jarum jam sudah menunjuk ke angka empat lewat. sang mentari pun sudah teduh sinarnya.
“bener kan kata saya. abis isya ni baru selese,” kata si ibu tadi. masih ditambah pula dengan ragam komentar bagaimana menaklukkan si batang pohon pinang. tapi, si ibu yang mengaku sudah sering menonton panjat pinang boleh saja meramal. toh, di saat-saat waktu yang disediakan semakin mepet (sepuluh menit per kelompok), si bapak sate menunjukkan keperkasaannya. dia semakin ke atas, ke atas dan, ke atas. beberapa hadiah ditariknya hingga putus dan berjatuhan. dia pun semakin ke atas. dia juga sempat-sempatnya meminum minuman kaleng yang digantungkan sebagai hadiah sebelum akhirnya mencabut bendera merah putih. inilah klimaksnya. seluruh hadiah yang ada sah menjadi milik kelompok itu.
marilah kita lihat lomba panjat pinang ini. bukan semata sebagai keriaan tujuhbelasan. bukan juga nilai hadiahnya yang ratusan ribu rupiah itu. namun fokus kepada para peserta itu. kerjasama diantara anggota kelompok mau tidak mau harus erat. menyatu. tak boleh ada yang jalan sendiri. tidak juga si tukang sate yang begitu perkasa untuk mencapai puncak. tanpa dukungan tim bawah yang bertugas sebagai pijakan ke atas, si bapak takkan pernah berhasil menarik hadiah-hadiah yang digantungkan. kerjasama yang erat, padu dan semua kerja akan membuahkan hasil yang maksimal.
sekarang coba tengok ke atas. bukan. bukan ke atas pucuk pohon pinang yang dipanjat itu. tapi ke arah para pemimpin di negeri kita tercinta yang dulu dapat julukan gemah ripah loh jinawi, tapi sekarang ada korban busung lapar dan lumbung berasnya kosong tak ada isinya. adakah diantara mereka yang mau menjadi pijakan bagi yang diatas untuk mencapai cita-cita bersama? relakah mereka dipijak? adakah kerjasama diantara mereka? adakah koordinasi antar para petinggi?
kalau jawabannya adalah: ada, tentu takkan ada jawaban yang berbeda-beda atas pertanyaan sebuah masalah. kalau timbul kasus tertentu, x misalnya, informasi dari instansi yang satu boleh jadi berbeda atau bertolak belakang. tak ada satu lembaga atau instansi yang bisa dijadkan pusat informasi.
mengapa mereka yang notabene berpendidikan lebih tinggi (daripada tukang sate itu) tidak mampu bekerjasama. atau barangkali lebih pasnya adalah tidak mau bekerjasama. masak sih orang perumahan dan orang kampung bisa menjalin kerjasama yang erat. “ah, itu kan karena mau dapat hadiah, lantas gabung bareng-bareng,” ucap sebuah komentar. loh, bukankah pekerjaan rumah negara ini demikian besar dan banyak. apakah ini bukannya hadiah juga? bukannya tabungan untuk di ukhrawi nanti manakala berpulang ke pangkuan sang khalik? mungkin karena lebih pintar akhirnya: 'yang penting urusan gua dulu deh yang beres. yang laen-laen mah terserah entar. so what gitu loh?'
mau kemana indonesiaku? masihkah ada harap bagi indonesiaku? asa, tentu, tak boleh hilang. kita semua pemilik negeri ini. maukah kita bersama-sama mengerjakan pe-er besar ini? dirgahayu negeriku...
wallahualam bishawab.
“saya bilang sih entar abis isya baru beres ni,” kata seorang ibu dengan dialek betawi depok yang tidak lagi terlalu kental. “ah, lama banget mpok,” timpal ibu sebelahnya yang sama-sama sedang menonton lomba panjat pinang. “kalo saya mah bilang diterusin besok,” kata ibu satunya lagi yang sama-sama ngedeprok di lantai beralaskan koran. mendengar percakapan itu, karuan saja para penonton jadi tertawa.
para ibu tersebut berkomentar demikian karena menyaksikan para pemanjat belum ada yang berhasil mencapai puncak pinang. sudah ada yang hampir sampai, eh, merosot alias turun lagi. meski sudah tiga putaran dipanjati, pohon pinang itu masih lumayan licin. ada tiga kelompok yang berani ikutan acara ini dengan jumlah anggota 7 orang diputaran 1 dan 2 serta 8 orang di putaran terakhir.
menyimak halo-halo dari pengeras suara masjid di kompleks perumahan depok permai, depok timur, lomba panjat pinang yang diadakan dalam rangka memperingati hari ulang tahun proklamasi kemerdekaan ke-60 republik Indonesia ini, merupakan yang pertamakali diselenggarakan. beragam hadiah yang digantungkan bernilai lumayan besar. ada bola sepak, bola voli, sepatu, celana panjang, raket bulutangkis, kaos oblong, uang limapuluhribuan (asli lho! :d), (sempat-sempatnya pula panitia menggantungkan) sebuah bra (entah berukuran berapa, mungkin mengantisipasi peserta wanita) dan di puncaknya diikatkan sebuah sepeda mini. total jenderal, kalau dihitung-hitung nilainya tidak kurang dari limaratus ribu perak alias setengah juta.
priiiiiiit… seorang panitia membunyikan peluit tanda waktu berakhir untuk grup 3. kini giliran kelompok 2 yang mendapatkan tambahan anggota seorang bapak yang profesinya sehari-hari adalah berjualan sate ayam keliling. jadi anggota kelompok di putaran ketiga merupakan gabungan orang kompleks dan orang kampung sekitarnya. (padahal sih, sama-sama orang kampung, wong dulu sebelum dikasih predikat kelurahan, tempat dimana perumahan itu didirikan oleh pengembang namanya ya kampung sukmajaya).
tukang sate yang satu ini rupanya piawai juga memanjat batang pohon pinang selain menusuk-nusukan sayatan daging sate di tusukan bambu. dengan bertelanjang dada si bapak mulai memanjat. sementara tim pendukung sigap memberikan alat bantu berupa karung goni yang sudah dibentuk bagaikan tali untuk pijakan kaki. penonton semakin riuh-rendah melihat si bapak makin ke atas. sorak-sorai dukungan semakin membahana. tapi, yahhhhhh… penonton kecewa manakala melihat si tukang sate meluncur bebas ke bawah. dan, para pendukung di bawah juga kelihatan sudah semakin lelah (kelihatan dari lututnya yang gemetar :d). sebagai catatan lomba dimulai sekitar pukul sepuluh diseling istirahat dua jam dan putaran ketiga saat itu jarum jam sudah menunjuk ke angka empat lewat. sang mentari pun sudah teduh sinarnya.
“bener kan kata saya. abis isya ni baru selese,” kata si ibu tadi. masih ditambah pula dengan ragam komentar bagaimana menaklukkan si batang pohon pinang. tapi, si ibu yang mengaku sudah sering menonton panjat pinang boleh saja meramal. toh, di saat-saat waktu yang disediakan semakin mepet (sepuluh menit per kelompok), si bapak sate menunjukkan keperkasaannya. dia semakin ke atas, ke atas dan, ke atas. beberapa hadiah ditariknya hingga putus dan berjatuhan. dia pun semakin ke atas. dia juga sempat-sempatnya meminum minuman kaleng yang digantungkan sebagai hadiah sebelum akhirnya mencabut bendera merah putih. inilah klimaksnya. seluruh hadiah yang ada sah menjadi milik kelompok itu.
marilah kita lihat lomba panjat pinang ini. bukan semata sebagai keriaan tujuhbelasan. bukan juga nilai hadiahnya yang ratusan ribu rupiah itu. namun fokus kepada para peserta itu. kerjasama diantara anggota kelompok mau tidak mau harus erat. menyatu. tak boleh ada yang jalan sendiri. tidak juga si tukang sate yang begitu perkasa untuk mencapai puncak. tanpa dukungan tim bawah yang bertugas sebagai pijakan ke atas, si bapak takkan pernah berhasil menarik hadiah-hadiah yang digantungkan. kerjasama yang erat, padu dan semua kerja akan membuahkan hasil yang maksimal.
sekarang coba tengok ke atas. bukan. bukan ke atas pucuk pohon pinang yang dipanjat itu. tapi ke arah para pemimpin di negeri kita tercinta yang dulu dapat julukan gemah ripah loh jinawi, tapi sekarang ada korban busung lapar dan lumbung berasnya kosong tak ada isinya. adakah diantara mereka yang mau menjadi pijakan bagi yang diatas untuk mencapai cita-cita bersama? relakah mereka dipijak? adakah kerjasama diantara mereka? adakah koordinasi antar para petinggi?
kalau jawabannya adalah: ada, tentu takkan ada jawaban yang berbeda-beda atas pertanyaan sebuah masalah. kalau timbul kasus tertentu, x misalnya, informasi dari instansi yang satu boleh jadi berbeda atau bertolak belakang. tak ada satu lembaga atau instansi yang bisa dijadkan pusat informasi.
mengapa mereka yang notabene berpendidikan lebih tinggi (daripada tukang sate itu) tidak mampu bekerjasama. atau barangkali lebih pasnya adalah tidak mau bekerjasama. masak sih orang perumahan dan orang kampung bisa menjalin kerjasama yang erat. “ah, itu kan karena mau dapat hadiah, lantas gabung bareng-bareng,” ucap sebuah komentar. loh, bukankah pekerjaan rumah negara ini demikian besar dan banyak. apakah ini bukannya hadiah juga? bukannya tabungan untuk di ukhrawi nanti manakala berpulang ke pangkuan sang khalik? mungkin karena lebih pintar akhirnya: 'yang penting urusan gua dulu deh yang beres. yang laen-laen mah terserah entar. so what gitu loh?'
mau kemana indonesiaku? masihkah ada harap bagi indonesiaku? asa, tentu, tak boleh hilang. kita semua pemilik negeri ini. maukah kita bersama-sama mengerjakan pe-er besar ini? dirgahayu negeriku...
wallahualam bishawab.