pilih marah atau curhat...
5:55 PMmasih ingat cerita inilah teladan? sebenarnya curhat teman itu sudah agak lama. tapi baru sempat saya tuliskan kemarin dulu. jeda yang agak lama membuat saya berpikir teman saya telah ‘bebas’ dari masalahnya. dugaan saya ternyata meleset. sebuah pesan singkat muncul di layar hape.
lumayan terasa getarnya untuk membangunkan saya yang sedang terkantuk-kantuk di dalam metro mini. ah, si teman yang curhat mengirimkan uneg-unegnya lagi. ‘duh, kayaknya makin parah nih. gosipnya si ‘boz’ minta mainan baru. tolong donggg.’ jawaban saya: hare gene misih percaya gosip aja lo. hehehe… namun sesampainya di kantor saya meneleponnya, menenangkan agar tak semakin naik adrenalinnya.
apa sih mainan baru yang dimaksud sang teman? hapekah? atau laptop keluaran terakhir? Tak pentinglah itu karena saya juga tak menanyakannya. saya lebih memerhatikan reaksi si teman. nampaknya ia tidak hanya kesal atau sebal. kelihatannya ia memendam amarah atas kelakuan ‘boz’nya itu. (duh, teman, kok sampai segitunya ya.) saya pun mencoba memandang dari sudut pandang si teman.
saya pikir reaksi saya yang pertama muncul dengan kejadian itu adalah sama dengan sang teman: marah. tapi, saudara-saudari sekalian, marah tidak menyelesaikan masalah. amarah membuat kita lelah (sementara si ‘boz’ tertawa-tawa?). amarah merugikan diri sendiri. ingin saya menyarankan sang teman untuk ‘berdamai dengan dirinya sendiri’. melupakan tingkah laku ‘boz’ yang ‘ajaib’ itu. namun itu memang tak semudah membalik telapan tangan. apalagi sang teman ini bertemu ‘boz’ setiap hari.
adakah solusi lain? oh, ya, satu hal yang terlupakan, menurut teman saya, ‘boz’ ini dekat dengan pemilik perusahaan. dalam artian, ‘boz’ ini begitu dipercaya meski di depan bisa berkata ‘a’ sementara di belakang berkata ‘b’. kuatkan hati dan dirimu teman. sudahkah kau ‘curhat’ kepada sang maha pengatur?
3 komentar