manja, malas...
3:05 PMselasa malam. metro mini jurusan manggarai-pasar minggu. menjelang lampu lalulintas orang biasa menyebutnya lampu merah, padahal artinya bisa jadi beda pancoran, seorang ibu berdiri. pastinya mau turun dong. kondektur lantas bertanya.
'turun di mana bu? sini?'
'lampu merah. bisa gak berhenti di lampu merah,' kata si ibu
'kalo pas merah ya berenti bu,' polos si kondektur menyahut
dalam hati saya, yah iyahlah bang. yang jadi perhatian saya adalah keinginan si ibu untuk berhenti di lampu merah. mengapa ia pengin berhenti di situ? karena ia mau memperpendek jaraknya berjalan kaki. jelas demikian adanya. ia tak ingin bersusah-susah memperpanjang ayunan langkahnya. kalau bisa dekat kenapa harus jauh. barangkali ini prinsipnya.
padahal aturannya jelas. berhenti ya di halte. naik atau turun ya di halte. namun para penumpang angkutan umum memang punya aturan sendiri. yang hebatnya di-amini para kondektur atau supir. minta berhenti di tikungan boleh, di depan supermarket ayo atau di pom bensin sering.
karena terbiasa seperti itu, penumpang bisa mencak-mencak hebat kalau diturunkan jauh dari tempat yang dia ingini. kalau penumpangnya berjenis kelamin laki-laki kejadiannya bisa lebih parah. digebrak-gebraknya kaca atau langit-langit mobil. sementara penumpang wanita hanya bersungut-sungut atau kalau naik angkot ia akan melempar saja ongkosnya, seperti saya lihat kemarin malam.
susah ya buat susah sedikit saja. berjalan satu atau dua meter tidak akan membuat dengkul lemas tiada tara.
'turun di mana bu? sini?'
'lampu merah. bisa gak berhenti di lampu merah,' kata si ibu
'kalo pas merah ya berenti bu,' polos si kondektur menyahut
dalam hati saya, yah iyahlah bang. yang jadi perhatian saya adalah keinginan si ibu untuk berhenti di lampu merah. mengapa ia pengin berhenti di situ? karena ia mau memperpendek jaraknya berjalan kaki. jelas demikian adanya. ia tak ingin bersusah-susah memperpanjang ayunan langkahnya. kalau bisa dekat kenapa harus jauh. barangkali ini prinsipnya.
padahal aturannya jelas. berhenti ya di halte. naik atau turun ya di halte. namun para penumpang angkutan umum memang punya aturan sendiri. yang hebatnya di-amini para kondektur atau supir. minta berhenti di tikungan boleh, di depan supermarket ayo atau di pom bensin sering.
karena terbiasa seperti itu, penumpang bisa mencak-mencak hebat kalau diturunkan jauh dari tempat yang dia ingini. kalau penumpangnya berjenis kelamin laki-laki kejadiannya bisa lebih parah. digebrak-gebraknya kaca atau langit-langit mobil. sementara penumpang wanita hanya bersungut-sungut atau kalau naik angkot ia akan melempar saja ongkosnya, seperti saya lihat kemarin malam.
susah ya buat susah sedikit saja. berjalan satu atau dua meter tidak akan membuat dengkul lemas tiada tara.
5 komentar