cengdem, keren tapi...
3:09 PMngomong-ngomong soal kacamata, kalau memakai hitungan per-dua tahun, sudah seharusnya saya berganti kacamata. namun, sampai detik postingan ini diketik kacamata lama masih bertengger di hidung saya. dan, seribu satu alasan tentu saja dapat dibuat mengapa saya belum menggantinya dengan yang baru.
di masa sma (sekarang sih disebut smu ya) saya pernah ‘berurusan’ dengan seorang guru gara-gara kacamata. bapak guru ini, terkenal ‘ringan mulut’ kalau murid-murid tidak bisa menjawab pertanyaannya. tak terkecuali siswi atau siswa tak ada bedanya. semua mendapat perlakuan yang sama. oh, ya, mata pelajaran yang diasuhnya adalah bahasa indonesia.
suatu saat bapak guru yang terhormat ini ke sekolah naik motor trail dan tak lupa kacamata riben dipakainya. jujur saja, tidak pas banget beliau naik trail. badannya agak tambun. tapi soal selera tentu tak dapat dibantah kan. nah, riben pak guru ini yang jadi bahan pembicaraan. kami bergosip bahwa kacamata yang dipakai beliau adalah kacamata cengdem alias seceng adem yang beli di bawah pohon.
entah dapat bisikan dari mana, si bapak kok ya tahu-tahunya kalau ia jadi bahan gossip. maka tanpa ayal lagi kami pun disidang. ada empat anak yang mendapatkan hukuman masing-masing. saya diharuskan meminta maaf di depan kelas kakak kelas. malu campur gemas pakai marah berpadu jadi satu. tapi mau tak mau harus dilakukan: daripada bahasa indonesia dapat nilai lima artinya kan tinggal kelas.
nah, dari jaman sma mari ngomongin ‘cengdem’ masa kini. sekarang ini di pinggir-pinggir jalan atau dekat pom bensin banyak dijajakan kacamata impor dengan harga (fantastis) antara lima hingga sepuluh ribu. modelnya keren-keren. meminjam istilah anak muda: gaul abisss deh. melihat itu saya pengin juga aksi-aksian. namun, alhamdulillah, ada teman yang mengerti soal kacamata memberitahukan: “jangan beli yang gituan deh. salah-salah mata rusak.”
masak rusak sih, itu kan kacamata impor, tanya saya dengan sok tahu. seturut teman ini lagi, kalau pakai istilah optik, beling atau bahan lensa yang dipakai itu bukan bahan untuk lensa kacamata. “beling botol kalau bahasa awamnya,” kata dia. duh, gara-gara goceng rusak mata sebelanga, eh, kita. satu lagi, kalau anda lihat spanduk-spanduk di depan toko kacamata yang menginformasikan satu set kacamata lengkap (bingkai dan lensa, kadang bifocal) dengan harga hanya seratusan ribu rupiah, sebaiknya anda berpikir dua tiga kali sebelum membelinya.
pilih mana: mata semakin rusak atau merogoh kocek lebih dalam untuk sesuatu yang jelas?
5 komentar