arisan...

5:10 AM

arisan. kalau dengar kata ini, biasanya, kita langsung mengasosiasikannya dengan kaum perempuan atau ibu-ibu. padahal tidak selalu lho. di kompleks saya ada juga arisan bapak-bapak. tapi pasti beda antara arisan ibu-ibu dan bapak-bapak. kalau ibu-ibu paling banter magrib sudah bubaran. bapak-bapak, kebanyakan, bubarannya lewat tengah malam karena mulainya bada isya.

pernah ada juga arisan beras. kalau yang ini pasti hubungannya dengan ibu rumah tangga (maupun yang belum punya tangga :D). bagaimana caranya? entah dapat ide dari mana, seorang lelaki menawarkan kepada ibu-ibu yang suka berbelanja di tukang sayur untuk mengadakan arisan beras. caranya sangat sederhana, mereka diminta untuk mengumpulkan uang sekian ribu rupiah per minggu dan saat jatuh tempo mendapatkan beras sekian kilo. arisan periode pertama berjalan lancer. si lelaki senang (karena ia pasti mendapatkan untung) dan ibu-ibu juga ceria dengan berasnya.

periode ke-dua dimulai. tanpa perlu bujuk dan rayu lagi, ibu-ibu dengan senang hati mengikuti arisan ini. namun bak kata peribahasa ‘untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak’, oknum ini menghilang tanpa jejak. tinggallah para peserta menyesali nasibnya. apa hendak dikata: nasi sudah jadi bubur (tapi bubur juga enak dimakan ya :d).

kemarin, seorang teman bercerita tentang arisan (juga). “gua tuh paling sebel kalo ikut arisan,” katanya. “abis cuma makan-makan terus kocok-kocok gulungan kertas buat nentuin yang dapet duit,” sambungnya. tapi karena sekalian silaturahim lebaran, hari minggu teman ini ikut arisan keluarga. “alhamdulillah gua ikut. gua seneng sekaligus sedih ngeliat keadaan saudara-saudara yang lain,” ujarnya. bukan cuma sedih tapi gua juga malu abis. mangnya napa sih?

dengan mata yang mulai berkaca-kaca, teman ini meneruskan kisahnya, “ternyata ada sudara gua yang sakit parah dan gua gak pernah memberikan bantuan. sementara menjelang lebaran kemaren, gua malah ngasih ke orang laen.” sang teman mulai terisak-isak. “gua nyesel,” katanya disela isak. saya berusaha menenangkan bahwa itu bukan sepenuhnya salah dia. sejauh apapun sanak saudara berada janganlah silaturahim sampai putus. kata saya bak seorang dai. (huehehehehe…). ia mengiyakan.

“dan, yang gua salut sama mereka, betapa mereka masih bisa menertawakan diri sendiri.” maksudnya gimana sih? “lu tau sendiri kan dalam suasana barang-barang semua mahal, mereka masih mau mengadakan arisan demi silaturahim dan untuk menyediakan konsumsi butuh duit kan. nah, dengan entengnya mereka mengomentari suguhan yang ada (tahu+tempe goreng plus sayur lodeh betawi) kayak gini: ‘mo beli ayam takut kena flu burung, mo beli daging takut antrax.’ padahal gua tau mereka bukan keluarga yang tergolong mampu. namun, mereka gak antre buat dapet blt alias bantuan tunai langsung,” tutup teman saya sambil senyum.

You Might Also Like

4 komentar

populer...