ngaku dong...
9:44 PMdulu sebelum 'krismon' berkibar, pekerjaan di kantor biasanya overload. sebagai akibatnya mau tak mau harus ot alias over time alias lembur. dan, untuk pulang ke rumah mau tak mau juga harus menggunakan ta-kali-i alias ta-x-i (tapi sekarang diindonesiakan jadi taksi ya). seringnya saya menggunakan si burung. saking kerapnya naik si burung, saya sampai-sampai hafal kode masing-masing pool, semisal kode 'h' untuk pool cimanggis.
saat 'krismon' berjalan, tak ada lagi lembur. naik taksi, untuk urusan kantor, otomatis hampir tak pernah. apalagi untuk urusan pribadi, prioritas adalah susunya nanda. ketika badai 'si kris' mereda, pekerjaan kembali banyak. lembur pun kerap dijalani. pulang kembali reimburst taksi. hanya saja pilihannya bukan lagi si burung tapi pindah ke taksi ijo yang biayanya lebih murah.
saat kenaikan argo menjadi lima ribu rupiah saat duduk, mau tak mau, pilihan taksi berubah lagi menjadi putra. harganya terpaut lumayan banyak, meski yang bayar adalah kompeni alias perusahaan. sebagai karyawan (teladan :d) tentunya saya harus memilih yang terbaik.
dari ke tiga taksi itu, ada satu hal yang sama yang saya jumpai. ketika pengemudinya mengantuk dan saya tanyakan: "ngantuk ya pak?. jawabannya (hampir) selalu sama. apakah jawabannya ya? bukan. jawaban pak supir selalu: tidak. padahal jelas-jelas dari cara mengemudinya saja kelihatan kalau ia mengantuk. saya tidak tahu apakah ini gengsi atau ada alasan lain.
bagi saya, kalau ia mengaku jelas tidak apa-apa. wong, supir taksi juga manusia kok. berhenti sebentar untuk cuci muka ya tidak menambah beaya kan. atau kalau pengin membeli permen dulu ya silakan. minggu lalu saya mendapatkan supir yang mengantuk juga. dan, ketika ditanya jawabnya: tidak.
padahal ketidakterusterangan pak sopir ini bisa berakibat fatal. bagi dirinya, mobilnya dan juga penumpang. apakah saya harus memaksa pak sopir mengaku? barangkali tidak etis ya. salah satu jalan keluar, si bapak saya ajak mengobrol sepanjang perjalanan. tapi, kadang rasa lelah membuat saya tidak melakukan itu.
pernah saya menemukan sopir yang mengantuk. tapi, si bapak mempunyai kiat tersendiri. ia menyimpan cabe rawit. jadi ketika kantuk menyerang, ia pun tinggal menggigit cabe rawit yang dibawanya. spontan, matanya terbuka kembali. kiat sederhana tapi berdaya guna. hanya saja, tak bisa digunakan di saat kantuk menyerang di siang hari pada bulan puasa sekarang.
atau para sopir, termasuk sopir pribadi, sebaiknya mengikuti seruan ini: "tidur jangan mengemudi. mengemudi jangan tidur" yang pernah dipasang di pintu tol. boleh jadi spanduk itu sudah dipasang lagi untuk mengingatkan para pengemudi.
saat 'krismon' berjalan, tak ada lagi lembur. naik taksi, untuk urusan kantor, otomatis hampir tak pernah. apalagi untuk urusan pribadi, prioritas adalah susunya nanda. ketika badai 'si kris' mereda, pekerjaan kembali banyak. lembur pun kerap dijalani. pulang kembali reimburst taksi. hanya saja pilihannya bukan lagi si burung tapi pindah ke taksi ijo yang biayanya lebih murah.
saat kenaikan argo menjadi lima ribu rupiah saat duduk, mau tak mau, pilihan taksi berubah lagi menjadi putra. harganya terpaut lumayan banyak, meski yang bayar adalah kompeni alias perusahaan. sebagai karyawan (teladan :d) tentunya saya harus memilih yang terbaik.
dari ke tiga taksi itu, ada satu hal yang sama yang saya jumpai. ketika pengemudinya mengantuk dan saya tanyakan: "ngantuk ya pak?. jawabannya (hampir) selalu sama. apakah jawabannya ya? bukan. jawaban pak supir selalu: tidak. padahal jelas-jelas dari cara mengemudinya saja kelihatan kalau ia mengantuk. saya tidak tahu apakah ini gengsi atau ada alasan lain.
bagi saya, kalau ia mengaku jelas tidak apa-apa. wong, supir taksi juga manusia kok. berhenti sebentar untuk cuci muka ya tidak menambah beaya kan. atau kalau pengin membeli permen dulu ya silakan. minggu lalu saya mendapatkan supir yang mengantuk juga. dan, ketika ditanya jawabnya: tidak.
padahal ketidakterusterangan pak sopir ini bisa berakibat fatal. bagi dirinya, mobilnya dan juga penumpang. apakah saya harus memaksa pak sopir mengaku? barangkali tidak etis ya. salah satu jalan keluar, si bapak saya ajak mengobrol sepanjang perjalanan. tapi, kadang rasa lelah membuat saya tidak melakukan itu.
pernah saya menemukan sopir yang mengantuk. tapi, si bapak mempunyai kiat tersendiri. ia menyimpan cabe rawit. jadi ketika kantuk menyerang, ia pun tinggal menggigit cabe rawit yang dibawanya. spontan, matanya terbuka kembali. kiat sederhana tapi berdaya guna. hanya saja, tak bisa digunakan di saat kantuk menyerang di siang hari pada bulan puasa sekarang.
atau para sopir, termasuk sopir pribadi, sebaiknya mengikuti seruan ini: "tidur jangan mengemudi. mengemudi jangan tidur" yang pernah dipasang di pintu tol. boleh jadi spanduk itu sudah dipasang lagi untuk mengingatkan para pengemudi.
1 komentar