”hari senin sih pasti macet,” kata tetangga sebelah di angkot. tetangga satu lagi menimpali: “iya pak kalo senen macetnya nambah.” saya hanya senyum-senyum mendengar percakapan spontan itu. bagi saya macetnya jakarta sudah tak tergantung pada hari. artinya mau hari senin, selasa, atau jumat tetap saja macet. di hari yang diperkirakan macet malah tidak macet dan sebaliknya.

lepas dari rawa bambu menuju terminal pasar minggu bersiaplah menikmati kemacetan. buat mobil pribadi dan sepeda motor biasanya mengambil jalan alternatif dengan memasuki jalan yang di sisi kirinya ada sebuah gereja (maaf lupa nama jalannya :d). jalan ini memutar dan menambah jarak tempuh namun tidak macet.

angkot yang saya tumpangi juga mengambil jalur itu. sebenarnya ini perbuatan riskan. kalau nasib lagi mujur perjalanan jadi lancar. tapi kalau lagi apes ya harus berurusan dengan polisi lalu lintas atau petugas dllaj (dinas lalu lintas angkutan dan jalan, dulu pakai ‘r’ tapi sekarang tidak lagi). hari ini rupanya dewi venus berpaling dari pak supir angkot saya. menjelang terminal pasar minggu seorang petugas dllaj dengan kumis baplang menghentikan angkot itu.

“ayo kamu mau alasan apa lagi?” tanya pak petugas sambil memegang ht
“ah, macet sekali pak kalo jalan lurus,” jawab sang supir dengan logat sumatra yang masih kental
“macet, macet… tapi ini salah,” ujar si petugas lagi dan “sini… sini...,” kata pak baplang, maksudnya kasihkan surat-surat mobil ke si petugas.
namun, pak supir tidak mau mengalah begitu saja. ia tetap ngotot meski salah.
akhirnya pak petugas ‘mengalah’ “itu tuh tukang rokok,” katanya
“sam soe setengah, kasihkan si bapak,” kata pak supir. urusan pun beres. angkot melaju kembali.

setelah agak jauh, saya melihat ke arah belakang dan ada satu lagi kendaraan umum yang ditangkap. kalau ‘tilang’ di tempat itu dibayar dengan sam soe. dan si bapak yang berbadan besar itu tetap berdiri disitu untuk berjam lamanya, kira-kira berapa bungkus sam soe yang dia dapat?